BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kurikulum
merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman
dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum mencerminkan falsafah hidup bangsa, ke
arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan itu kelak akan ditentukan oleh
kurikulum yang digunakan oleh bangsa tersebut sekarang. Nilai sosial, kebutuhan
dan tuntutan masyarakat cenderung atau selalu mengalami perubahan antara lain
akibat dari kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi. Kurikulum harus dapat
mengantisipasi perubahan tersebut, sebab pendidikan adalah cara yang dianggap
paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut.
Kurikulum
dapat meramalkan hasil pendidikan atau pengajaran yang diharapkan karena ia
menunjukkan apa yang harus dipelajari dan kegiatan apa yang harus dialami oleh
peserta didik. Hasil pendidikan terkadang tidak dapat diketahui dengan segera
atau setelah peserta didik menyelesaikan suatu program pendidikan. Pembaharuan
kurikulum perlu dilakukan sebab tidak ada satu kurikulum yang sesuai dengan
sepanjang masa, kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman
yang senantiasa cenderung berubah.
Perubahan
kurikulum dapat bersifat sebagian (pada komponen tertentu), tetapi dapat pula
bersifat keseluruhan yang menyangkut semua komponen kurikulum. Perubahan
kurikulum menyangkut berbagai faktor, baik orang-orang yang terlibat dalam
pendidikan dan faktor-faktor penunjang dalam pelaksanaan pendidikan. Sebagai
konsekuensi dari perubahan kurikulum juga akan mengakibatkan perubahan dalam
operasionalisasi kurikulum tersebut, baik dapat orang yang terlibat dalam
pendidikan maupun faktor-faktor penunjang dalam pelaksannaan kurikulum.
Pembaharuan
kurikulum perlu dilakukan mengingat kurikulum sebagai alat untuk mencapai
tujuan harus menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang senantiasa
berubah dan terus berlangsung.
Pembaharuan
kurikulum biasanya dimulai dari perubahan konsepsional yang fundamental yang
diikuti oleh perubahan struktural. Pembaharuan dikatakan bersifat sebagian bila
hanya terjadi pada komponen tertentu saja misalnya pada tujuan saja, isi saja,
metode saja, atau sistem penilaiannya saja. Pembaharuan kurikulum bersifat
menyeluruh bila mencakup perubahan semua komponen kurikulum.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia?
2. Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi perkembangan kurikulum di Indonesia?
3. Kurikulum
apa saja yang pernah berlaku di
Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006. Perubahan tersebut merupakan
konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya,
ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum
sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum
nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD
1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan
dalam merealisasikannya.
Lebih spesifik, Herliyati (2008) menjelaskan bahwa setelah Indonesia
merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu
kurikulum sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975),
kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis
kompetensi (2004 dan 2006).
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan
Kurikulum
Sekolah
mendapatkan pengaruh dari kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat, terutama
dari perguruan tinggi dan masyarakat.
1. Perguruan
Tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan
Tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang
dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari pengembangan Ilmu Pendidikan
dan Keguruan serta penyiapan guru-guru di Perguruan tinggi Keguruan (Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan). Telah kita ketahui bahwa pengetahuan dan
tekhnologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses
pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan
tekhnologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu
dan media pendidikan.
Kurikulum lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi
pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan
dari guru yang dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun
bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi
pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar
pada berbagai jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ini, umumnya disiapkan
oleh LPTK (IKIP, FKIP, STKIP) melalui berbagai program, yaitu program D2, D3,
dan S1. Pada sekolah dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG
dan SGO, tetapi secara berangsur-angsur mereka akan mengikuti program penyetaraan
D2.[1]
2. Masyarakat
Sekolah
merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di
masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi
oleh lingkungan masyarakat dimana sekolah tersebut berada. Isi kurikulum
hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat emenuhi tuntutan dan kebutuhan
masyarakat di sekitarnya. Masyarakat yang ada disekitar sekolah mungkin
merupakan masyarakat homogen atau heterogen, masyarakat kota atau desa, petani
pedaang atau pegawai, dan sebagainya. Sekolah harus melayani aspirasi-aspirasi
yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah
dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat mempengaruhi
pengembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya mempersiapkan anak untuk
hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan dan perusahaan
yang ada di masyarakat menuntut persiapannya di sekolah.
C. Kurikulum
yang Pernah Berlaku di Indonesia
1. Kurikulum Rencana Pelajaran (1947-1968)
Kurikulum yang digunakan di Indonesia dipengaruhi oleh
tatanan sosial politik Indonesia. Negara-negara penjajah yang mendiami wilayah
Indonesia ikut juga mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia. Pada masa
penjajahan Belanda, setidaknya ada dua sistem pendidikan dan pengajaran yang
berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan
perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda.
Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat
dari mulai aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem
prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem
pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan belanda pun
bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan
antara anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini
masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi.
Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi
menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang
berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari
sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun,
inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk golongan pribumi
masyarakat bangsawan bisa memasuki His
Inlandsche School selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare School (AMS) selama
3 tahun.
Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah
Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina, Hollandch
Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat
melanjutkan ke Mulo.
Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah
sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese
Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah
kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
Setelah Indonesia merdeka, yakni tahun 1945, pemerintah
secara bertahap mulai mengkonstruksi kurikulum sesuai dengan kondisi dan
situasi saat itu. Tiga tahun setelah Indonesia merdeka mulailah pemerintah
membuat kurikulum yang sederhana yang disebut dengan “Rencana Pelajaran”. Tahun
1947, kurikulum ini terus berjalan dengan beberapa perubahan terkait dengan
orientasinya, arah dan kebijakan yang ada, hingga bertahan sampai tahun 1968
saat pemerintahan beralih pada masa orde baru.
a. Rencana pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai
istilah leer plan. Dalam bahasa
Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih populer daripada curriculum. Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama
Rencana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih
dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya
meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rencana Pelajaran 1947 boleh
dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana
kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan
maka pendidikan sebagai development
conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia
yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah pada 1950.
Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari kurikulum
1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
1)
Daftar mata pelajaran dan jam
pengajarannya
2)
Garis-garis besar pengajaran (GBP)
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikira dalam
arti kognitif, namun yang diutamakan pendidikan watak atau perilaku (value/attitude),
meliputi:
1)
Kesadaran bernegara dan
bermasyarakat
2)
Materi pelajaran dihubungkan dengan
kejadian sehari-hari
3)
Perhatian terhadap kesenian dan
pendidikan jasmani.
b. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rencana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di
Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana
Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem
pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum
1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang
disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas
sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad,
Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16
tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung
era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.
Fokusnya pada pengembangan Pancawardhana, yaitu: daya cipta, rasa, karsa,
karya, moral.
Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi
setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai
1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata
pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk kelas masyarakat. yaitu sekolah khusus
bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat
mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan.
Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
c. Kurikulum Rencana Pendidikan 1964
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul rencana
Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Kurikulum pendidikan yang lalu diubah
menjadi rencana pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan
1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif.
Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu
memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem
solving).
Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang
menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral,
yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana
karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral,
kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada
saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.
Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong
terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida.
Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang
kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa.
d.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964,
yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana
menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa
pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati,
kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani,
moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada
kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik
yang sehat dan kuat. Kelahiran kurikulum 1968 bersifat politis mengganti rencana
Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan
manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi
materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 bersifat correlated
subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai
korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikum ini
dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi
mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi
pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh
penerapan metode pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca.
Begitu juga pada mata pelajaran lain, “anak belajar melalui unsur-unsurnya
dulu”.
2. Kurikulum Berorientasi Pencapaian (orde baru
1975-1984)
Setelah Indonesia memasuki masa orde baru maka tatanan kurikulmpun
mengalami perubahan dari “Rencana Pelajaran” menuju kurikulum berbasis pada
pencapaian tujuan. Dalam konteks ini adalah kurikulum subjek akademik,
merupakan model konsep kurikulum yang paling tua, sejak sekolah yang pertama
dulu berdiri. Kurikulum ini menekankan pada isi atau materi pelajaran yang
bersumber dari disiplin ilmu.
Menurut kurikulum ini, belajar adalah berusaha menguasai isi
atau materi pelajaran sebanyak-banyaknya. kurikulum subjek akademik tidak
berarti terus tetap hanya menekankan materi yang disampaikan, dalam sejarah
perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan juga proses belajar yang
dilakukan peserta didik. Proses belajar yang dipilih tergantung pada segi apa
yang dipentingkan dalaam materi pelajaran tersebut. Semua proses pembelajaran
diarahkan dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
a. Kurikulum
1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan
prinsip-prinsip di antaranya sebagai berikut:
1) Berorientasi
pada tujuan. Dalam hal ini pemerintah merumuskan tujuan-tujuan yang harus
dikuasai oleh siswa yang lebih dikenal dengan khirarki tujuan pendidikan, yang
meliputi : tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler,
tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
2) Menganut
pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan
peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3) Menekankan
kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4) Menganut
pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya
tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku
siswa. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus
respon (rangsang-jawab) dan latihan (Drill). Pembelajaran lebih banyak
menggunaan teori Behaviorisme, yakni memandang keberhasilan dalam belajar
ditentukan oleh lingkungan dengan stimulus dari luar, dalam hal ini sekolah dan
guru.
b. Kurikulum
1984
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara
kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan atau teknologi terhadap
pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu
diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau
revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Berorientasi
kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman
belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus
benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang
harus dicapai siswa.
2) Pendekatan
pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan
siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor.
3) Materi
pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah
pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan
keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin
dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
4) Menanamkan
pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang
dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan
latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media
digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
c. Kurikulum
1994
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum
1994, di antaranya sebagai berikut:
1) Pembagian
tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.
2) Pembelajaran
di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran atau isi)
3) Kurikulum
1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk
semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti
sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan
dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4) Dalam
pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada
jawaban konvergen divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan
penyelidikan.
3. Kurikulum Berbasis Kompetensi dan KTSP (era
reformasi)
a. Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) 2004
Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum
Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya
UU No 2 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang
kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam Tap
MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional.
KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses
pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada
tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan.
Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan
sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang
telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola
perilaku sehari-hari.
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value,
attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan
siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi
yang telah dipelajarinya.
Adapun kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi:
kompetensi lulusan (dimilik setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki
setelah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah
menyelesaikan satu topik atau konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan
keterampilan dalam menyelesaikan persoalan), kompetensi okupasional (kesiapan
dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi kultural (adaptasi
terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal
(memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa).
Beberapa Keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah:
1) KBK
yang mengedepankan penguasaan materi hasil dan kompetensi paradigma
pembelajaran versi UNESCO: learning to know, learning to do, learning to
live together, dan learning to be.
2) Silabus
ditentukan secara seragam, peran serta guru dan siswa dalam proses
pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru.
3) Jumlah
jam pelajaran 40 jam per minggu 32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran
belum bisa dikurangi.
4) Metode
pembelajaran keterampilan proses dengan melahirkan metode pembelajaran PAKEM
dan CTL,
b. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah
sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan
oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran
2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan
Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh
BSNP.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar
sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu
pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagaimana dikutip dari Mulyasa (2006: 151-153)
adalah sebagai berikut:
1) Berpusat
pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya.
Pengembangan kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa peserta didik adalah
sentral proses pendidikan agar menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak mulia,
berilmu, serta warga negara yang demokratis sehingga perlu disesuaikan dengan
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan lingkungan peserta didik.
2) Beragam
dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman peserta
didik, kondisi daerah dengan tidak membedakan agama, suku, budaya, adat, serta
status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan
wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu.
3) Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.Kurikulum
dikembangkan atas kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
berkembang secara dinamis.
3. Kurikulum 2013
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya
penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak
generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun
untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik
beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik mampu dalam melakukan
observasi, bertanya, bernalar, dan mempresentasikan, apa yang mereka peroleh
atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan
penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui
pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan,
dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih
produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan
dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan
pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun
2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara
terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai
dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian
dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan
masukan dari masyarakat.[2]
BAB
IV
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama
rencana pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum
yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam psoses
perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utama kurikulum ini adalah lebih
menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan
bangsa lain.
Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum
Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi Rentjana
Pelajaran Terurai 1952. Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah setiap
pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia. Kali ini diberi nama
dengan rencana pendidikan 1964. yang menjadi ciri dari kurikulum ini
pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan moral,
kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964.
Yaitu perubahan struktur pendiddikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Pemabelajaran diarahkan
pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan serta pengembangan fisik
yang sehat dan kuat
kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan
pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif
Kurikulum 1984 mengusung proses
skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan
itu penting. Kurikulum ini juga sering disebut dengan kurikulum 1975 yang
disempurnakan.
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya. Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum
1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984
dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Kemudian KBK tahun 2004 dan KBK tahun 2006 (versi KTSP),
bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya
dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan,
visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan
hingga pengembangan silabusnya
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya
penyederhanaan, dan tematik-integratif. Bertujuan untuk mendorong peserta didik
mampu dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mempresentasikan, apa
yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Sukmadinata,
Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum. PT. REMAJA ROSDAKARYA. Bandung:
2012
http://imam2992.blogspot.com/2013/11/perkembangan-kurikulum-di-indonesia.html